RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
ASKEB
IV
Nama Institusi :
Universitas Respati Yogyakarta
Prodi /Fakultas :
D 3 Kebidanan/Fakultas Ilmu Kesehatan
Mata Kuliah :
Asuhan Kebidanan IV
Kode Mata Kuliah :
Bd.405
Beban Studi :
2 SKS (Teori : 1, Praktik:1)
Kelas/Semester :
A.61/V (lima)
Tahun Ajaran :
2012/2013
Alokasi waktu : 10 menit
Standar kompetensi :Mahasiswa
mampu memahami dan mengidentifikasi perdarahan post partum
Kompetensi
dasar :Mahasiswa mampu mengidentifikasi perdarahan post partum
Mampu
menjelaskan penatalaksanaan atonia uteri
Indikator :Mampu menjelaskan definisi perdarahan postpartum
Mampu menjelaskan
penyebab perdarahan post partum
Mampu
menjelaskan penatalaksanaan atonia uteri
I.
Tujuan
pembelajaran
A. Mahasiswa
mampu menjelaskan definisi perdarahan postpartum
B. Mahasiswa
mampu menyebutkan dan menjelaskan penyebab terjadinya perdarahan postpartum.
C. Mahasiswa
mampu menjelaskan penatalksanaan atonia uteri
II.
Materi
pembelajaran
A. Definisi perdarahn postpartum
B. Penyebab
1.
Atonia
uteri
2.
Laserasi
jalan lahir
3.
Retensi
plasenta
C.
Pengelolaan Atonia Uteri
1.
Penyebab
2.
Kompresi Bimanual Internal
3.
Kompresi Bimanual Eksterna
III.
Metode pembelajaran
A. Caramah
B. Tanya
jawab
C. Media
IV.
Media
A. Power point
B. Laptop/LCD
C. Hand out
V.
Langkah-langkah Pembelajaran
No
|
Tahapan Kegiatan
|
Kegiatan Belajar Mengajar
|
Kegiatan mahasiswa
|
|
Waktu
|
Kegiatan Dosen
|
|||
1.
|
Kegiatan awal
|
3 menit
|
a. Membuka pertemuan dengan memberi salam.
b. Memimpin doa
c. Memperkenalakan diri
d. Menjelaskan tatatertib
e. Apersepsi
f. Menjelaskan tujuan pembelajaran
|
a. Menjawab salam.
b. Berdoa bersama
c. Memperhatikan
d. Memperhatikan
e. Memperhatikan
f. Meyimak dan memperhatikan
|
2.
|
Kegiatan Inti
|
5 menit
|
a. Definisi atonia uteri
b. Penyebab perdarahan
c. Pengelolaan atonia uteri
d. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya.
|
a. Mendengarkan dan memperhatikan.
b. Mahasiswa memperhatikan
c. Mahasiswa memperhatikan
d. Mahasiswa bertanya hal-hal yang kurang jelas.
|
3.
|
Kegiatan Penutup
|
2 menit
|
a. Menyimpulkan pengelolaan atonia uteri
b. Melakukan evaluasi dengan metode Tanya
jawab tentang materi yang di sajikan
c. Menutup pembelajaeran dengan member salam
|
a. Mahasiswa mendengarkan dan memperhatikan
b. Menjawab pertanyaan
c. Menjawab salam
|
VI. Evaluasi
Jenis tagihan : tes
Bentuk instrument :
pertanyaan lisan
Contoh soal :
1. Apakah
yang disebut perdarahan postpartum?
2. Sebutkan
penyebab perdarahan postpartum?
3. Bagaimana
pengelolaan atonia uteri?
Kunci jawaban :
1. Perdarahan
yang melebihi dari 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
2. Penyebab :
a) Atonia
uteri
b) Laserasi
jalan lahir
c) Retensi
plasenta
3. Pengelolaan
atonia uteri:
a. KBI
(kompresi bimanual internal)
b. KBE
(kompresi bimanual ekternal)
VII.
Penilaian
Penilaian
pertanyaan lisan di lakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Mahasiswa
mampu menjawab dengan benar dan tepat nilainya 4
2. Mahasiswa
mampu menjawab dengan benar tapi kurang
nilainya 3
3. Mahasiswa
mampu menjawab tapi tidak benar nilainya 2
4. Mahasiswa
tidak bisa menjawab nilainya 1
VIII.
Referensi
Saefudin,
2007. Asuhan Kebidanan Ibu dan Anak.
Jakarta: ECG
APN, 2008.
Asuhan Esensial Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalianan dan
Bayi Baru Lahir. Jakarta: JNPKKR
Manuaba, 2009. Ilmu
Penyakit Klinik Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta:ECG
Buku Acuan Pelayanan Obstetric Neonatal Emergency
Dasar, 2007. DEPKES.
MATERI
ATONIA UTERI
A. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan kontraksi otot rahim menyebabakan pembuluh
darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan (Manuaba,
2009). Sedangkan atonia uteri menurut (Saefudin, 2007) adalah uterus gagal
berkontraksi. Menurut APN (2008) atonia uteri adalah suatu kondisi dimana
miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar
dari bekas menempelnya plasenta menjadi tidak terkendali. Jadi atonia
uteri adalah kegagalan fungsi miometrium
atau otot rahim untuk berkontraksi setelah persalinanyang menyebabkan pembuluh
darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.
B. Etiologi
Atonia uteri adalah kegagalan otot rahim berkontraksi dan berinteraksi
dengan baik setelah plasenta lahir, pada saat plasenta masih melekat di dinding
rahim, maka jumlah aliran darah pada tempat melekatnya plasenta tersebut
diperkirakan mencapai 500 ml hingga 900 ml per menit. Setelah plasenta lepas,
akan terjadi perdarahan akibat sinus-sinus maternal di tempat insersi plasenta
pada dinding rahim terbuka biasanya perdarahan ini tidak berlangsung lama sebab
kontraksi dan retraksi otot-otot rahim menekan pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka, sehingga lumennya tertutup. Tetapi pada kondisi dimana terjadi atonia
uteri, maka lumen pembuluh darah tempat melekatnya plasenta akan terbuka,
hingga akan terjadi perdarahan postpartum yang banyak lebih dari 500 ml (depkes
2008).
C. Faktor
prediposisi
Atonia uteri atau tidak adanya tonus merupakan penyebab perdarahan
postpartum yang lebih sering. Setelah melahirkan uterus harus tetap dalam
keadaan kontraksi agar pembuluh yang terbuka pada bagian tempat implementasi
plasenta menjadi tertutup.
D. Patofisiologis
Pregangan otot rahim yang berlebihan dimana miometrium teregang dengan
hebat pada keadaan yang demikian pembuluh-pembuluh darah pada dinding rahim
ditempat plasenta terlepas tidak segera
tertutup. Hal ini terjadi kontraktilitas dan retraksilitas dinding rahim
menjadi lemah sehingga sangat mendukung terjadinya atonia uteri (Manuaba,
2009).
E. Gejala
klinik
Pada saat terjadinya atonia uteri ditemukan relaksasi uterin terjadi
secara tiba-tiba atau uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan
pervaginam segera setelah anak lahi, terjadi gejala syok dalam kehilangan
darah, nadi cepat, kecil lemah, pernapasan dangkal, telapak tangan dan kaki
dingin, peningkatan cemas (Saefudin, 2007).
F. Diagnosa
Jika uterus tidak berkontaksi dalam 15
detik setelah dilakukan masase fundus uteri (APN, 2008).
G. Pemeriksaan
penunjang
1. Pemeriksaan
kadar Haemoglobin
Haemoglobin adalah protein dalam eritrosit
yang berfungsi mengikat oksigen untuk di edarkan keseluruhan jaringan tubuh
apabila terjadi perdarahan akut, maka potensial terjadi syok hipovolemik
(Varney, 2007).
H. Penanganan
atonia uteri
1. Segera
lakukan kompresi bimanual internal (KBI)
Uterus di tekan diantara telapak tangan
pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh
darah didalam myometrium sebagai pengganti mekanisme kontraksi (Saifudi, 2008).
a. Pakai
sarung tangan disenfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukan
secara obstetric melalui introitus ke dalam vagina ibu (sebelum melakukan KBI
pastikan kandiung kemih kosong).
b. Periksa
vagina dan serviks, jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri
segera dikeluarkan karena bisa hal ini yang menyebabkan uterus tidak
berkontraksi secara penuh.
c. Letakan
kepalan tangan pada fornik anterior, tekan dinding anterior uterus, sementara
telapak tanga lain pada abdomen menekan dnegan kuat dinding belakang uterus
kearah kepalan tangan dalam.
d. Tekan
uterus sehingga kedua tangan secara kuat, kompresi uterus ini memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka ( bekas implantasi plasenta).
Didalam dindig uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi
dilakukan maksimal selama 5menit.
e. Evaluasi
keberhasilan
1) Jika
uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2
menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau ibu
secara ketat selama kala IV.
2) Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan pada keluarga untuk
melakukan KBE, kemudian lakukan langkah-langkah penatalksanaan atonia uteri
selanjutnya. Minta keliuarga untuk mulai menyiapkan rujukannya.
2. Kompresi
bimanual ekstrenal (KBE)
Kompresi bimanual eksternal adalah
menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
belah telapak tangan yang melingkupi uterus (Saifudin, 2007).
a. Letakan
satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat diatas simpisi pubis.
b. Letakan
tangan yang lain pada dinding abdomen (belakang korpus uteri), usahakan untuk
mencangkup atau memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
c. Lakukan
kompresi bimanual eksternal dengan cara saling merapatkan kedua tangan depan
dan belakang agar pembuluh darah di dalam tertutup miometrium dapat di jepit
secara manual. Cara ini dapat menjepit darah uterus untuk berkontraksi.
3. Jika
tidak ada tanda hipertensi, berikan methergin 0,2 mg secara IM.
4. Mulai
pasang infuse RL 500 cc + 20 unit oksitosin, gunakan jarum berdiameter
besar (ukuran 16 atau 18) dengan teknik
aseptic. Berikan 500 cc pertama secepat mungkin dihabiskan dalam waktu 10
menit, dan teruskan infuse RL + 20 unit oksitosin yang kedua bila botol pertama telah habis
(APN,2007).
5. Jika
uterus tidak berkontraksi lakukan atau ulangi KBI
6. Jika
uterus berkontraksi, lepas tangan pelan-pelan
dean pantau kala IV dengan cermat.
7. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, segera lakukan ruukan, karena
hal ini kemungkinan bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan
gawat darurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan
pembedahan dan transfuse darah.
8. Damping
ibu ke tempat ruukan, teruskan tindakan KBI, hingga ibu tiba di tempat rujukan.
Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tia di vasilitas rujukan:
Infuse 500 ml/jam hingga ibu mendapatkan
total 1,5 liter dan kemudian di anjurkan kecepatan hingga 125 cc/jam.
Jika cairan IV tidak cukup,
tambahkan cairan infuse 500 ml dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara
oral untuk asupan tambahan.
I. Prognosis
Jika tidak terjadi syok prognosis baik, bila terjadi syok prognosis
tergantung ada beratnya syok dan kecepatan memperoleh yang tetap di samping
fasilitas sumber daya manusia yang terlatih dan tersedianya peralatan yang
memadai. Dengandemikian prognosis jelek apabila penderitaan tidak segera
memperoleh pertolongan dari tenaga ahli tersebut dan baru di peroleh setelah
terlambat pada tempat yang vfasilitasnya kurang memadai. Umumnya atonia uteri
masih mengambil korban jiwa yang banyak terutama pada penderita yang semula tidak dirawat di rumah sakit.
J. Evaluasi
Pada langkah ini di evaluasi keefektifan asuhan yang di berikan, apakah
telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam diagnosa
maupun masalah. Pelaksanaan rencana asuhan tersebut dapat di anggap efektif
bila benar-benar efektif. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencanan dslsm
pelaksanaan efektif dan mungkin sebagian belum. Karena proses menejemen asuhan
ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan, maka erlu evaluasi kenapa suhan yang di berikan belum efektif.
0 komentar:
Posting Komentar